This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Senin, 05 September 2016
Memahami cara penggunaan peralatan cahaya
ISTILAH DALAM TATA CAHAYA
1. Lampu :
Yaitu sumber cahaya yang
terdiri dari berbagai macam, seperti hologen, spot, follow light, focus light,
par 38, dan lain-lain.
2. Holder :
Adalah
dudukan lampu.
3. Kabel :
Yaitu alat
untuk mengantar arus listrik.
4. Dimmer :
Yaitu alat
untuk mengatur intensitas cahaya yang keluar.
5. Main light
:
Yaitu
cahaya yang berfungsi untuk menerangi objek secara keseluruhan.
6. Key light :
Yaitu
cahaya utama yang berfungsi untuk menerangi objek di mana intensitas cahayanya
tinggi dengan pemancaran keras yang tertuju (spot), dan menghasilkan bayangan
yang kuat.
7. Fill light
:
Yaitu
cahaya penyabut bayangan yang dihasilkan oleh key light. Intensitas cahayanya
lebih rendah dari key light, pemancarannya menyebar (flood).
8. Back light
:
Yaitu
cahaya yang berasal dari belakang subjek yang berfungsi memberikan kesan 3
dimensi agar subjek tidak menyatu denga latar belakang. Intensitas cahayanya
sama atau lebih besar dari key light.
9. Foot light
:
Yaitu
cahaya yang berfungsi untuk menerangi bagian bawah objek.
10. Wing light
:
Yaitu
cahaya yang berfungsi untuk menerangi bagian sisi atau samping bagian objek.
11. Front light
:
Yaitu
cahaya yang berfungsi untuk menerangi bagian depan objek.
12. Upper light
:
Yaitu
cahaya yang berfungsi untuk menerangi bagian atas tengah objek.
13. Silhoutte
light :
Yaitu
cahaya yang berfungsi membentuk objek gelap.
14. Tools :
Adalah
peralatan pendukung tata cahaya misalnya Palu, tang, solder.
15. Serial
light :
Yaitu
lampu yang di instalasi secara seri atau sendiri-sendiri (satu saklar, satu
lampu)
16. Paralel
light :
Yaitu lampu
yang di instalasi secara paralel atau gabungan (satu saklar, banyak lampu).
Fisika
Sumber
arus bolak-balik adalah generator arus bolak-balik yang prinsip
kerjanya pada perputaran kumparan dengan kecepatan sudut ω yang
berada di dalam medan magnetik. Sumber ggl bolak-balik tersebut akan
menghasilkan tegangan sinusoida berfrekuensi f. Dalam suatu rangkaian
listrik, simbol untuk sebuah sumber tegangan gerak elektrik
bolak-balik adalah :
Tegangan
sinusoida dapat dituliskan dalam bentuk persamaan tegangan sebagai
fungsi waktu, yaitu:
V =
Vm .sin 2 π .f.t
(1.0)
Tegangan
yang dihasilkan oleh suatu generator listrik berbentuk sinusoida.
Dengan demikian, arus yang dihasilkan juga sinusoida yang mengikuti
persamaan:
I =
Im .sin 2 π .f.t
(1.1)
dengan
Im adalah arus puncak dan t adalah waktu.
Untuk
menyatakan perubahan yang dialami arus dan tegangan secara sinusoida,
dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah diagram vektor yang
berotasi, yang disebut diagram fasor. Istilah fasor menyatakan
vektor berputar yang mewakili besaran yang berubah-ubah secara
sinusoida. Panjang vektor menunjukkan amplitudo besaran, dan vektor
ini dibayangkan berputar dengan kecepatan sudut yang besarnya sama
dengan frekuensi sudut besaran. Sehingga, nilai sesaat besaran
ditunjukkan oleh proyeksinya pada sumbu tetap. Cara ini baik sekali
untuk menunjukkan sudut fase antara dua besaran. Sudut fase ini
ditampilkan pada sebuah diagram sebagai sudut antara fasor-fasornya.
Gambar 1 : Diagram fasor arus dan tegangan berfase sama.
Gambar
1 diatas memperlihatkan diagram fasor untuk arus sinusoida dan
tegangan sinusoida yang berfase sama yang dirumuskan pada persamaan
(1.0) dan (1.1). Ketika di kelas X kita telah mempelajari dan
mengetahui bahwa:
(1.3)
yang
menyatakan akar kuadrat rata-rata tegangan. Dan akar kuadrat
rata-rata arus, yang dirumuskan:
(1.4)
Nilai
rms dari arus dan tegangan tersebut kadang-kadang disebut sebagai
“nilai efektif ”.
1.
Rangkaian Resistor
Gambar
2 : (a) Rangkaian dengan sebuah elemen penghambat. (b) Arus berfase
sama dengan tegangan. (c) Diagram fasor arus dan tegangan.
Gambar
2(a) memperlihatkan sebuah rangkaian yang hanya memiliki sebuah
elemen penghambat dan generator arus bolak-balik. Karena kuat arusnya
nol pada saat tegangannya nol, dan arus mencapai puncak ketika
tegangan juga mencapainya, dapat dikatakan bahwa arus dan tegangan
sefase (Gambar 2(b)). Sementara itu, Gambar 2(c) memperlihatkan
diagram fasor arus dan tegangan yang sefase. Tanda panah pada sumbu
vertikal adalah nilai-nlai sesaat. Pada rangkaian resistor berlaku
hubungan:
VR
= Vm .sin 2 π .f.t
VR
= Vm .sin ω t
Jadi,
IR
= Im .sin ω t
(1.5)
Sehingga,
pada rangkaian resistor juga akan berlaku hubungan sebagai berikut:
(1.6)
(1.7)
2.
Rangkaian Induktif
Gambar
3 : (a) Rangkaian induktif (b) Arus berbeda fase dengan tegangan (c)
Diagram fasor arus dan tegangan yang berbeda fase.
Gambar
3 diatas memperlihatkan sebuah rangkaian yang hanya mengandung sebuah
elemen induktif. Pada rangkaian induktif, berlaku hubungan:
(1.8)
V =
Vm sin ωt
(1.9)
Tegangan
pada induktor VL setara dengan tegangan sumber V, jadi
dari persamaan (1.8) dan (1.9) akan diperoleh:
(1.10)
diketahui
bahwa:
maka:
(1.11)
Jika
ω L = 2 π fL didefinisikan sebagai reaktansi induktif (X L ), maka
dalam suatu rangkaian induktif berlaku hubungan sebagai berikut:
(1.12)
(1.13)
Perbandingan
persamaan (1.9) dan (1.11) memperlihatkan bahwa nilai VL
dan IL yang berubah-ubah terhadap waktu mempunyai
perbedaan fase sebesar seperempat siklus. Hal ini terlihat pada
Gambar 3(b), yang merupakan grafik dari persamaan (1.9) dan (1.11).
Dari gambar terlihat bahwa VL mendahului IL ,
yaitu dengan berlalunya waktu, maka VL mencapai
maksimumnya sebelum IL mencapai maksimum, selama
seperempat siklus. Sementara itu, pada Gambar 3(c), pada waktu
fasor berotasi di dalam arah yang berlawanan dengan arah perputaran
jarum jam, maka terlihat jelas bahwa fasor VL ,m
mendahului fasor I L,m selama seperempat siklus.
3.
Rangkaian Kapasitor
Gambar
4 : (a) Rangkaian kapasitif. (b) Perbedaan potensial melalui
kapasitor
terhadap arus. (c) Diagram fasor rangkaian kapasitif.
Gambar
4 memperlihatkan sebuah rangkaian yang hanya terdiri atas sebuah
elemen kapasitif dan generator AC. Pada rangkaian tersebut berlaku
hubungan:
Vc
= V = Vm .sin ω t
(1.14)
Dari
definisi C diperoleh hubungan bahwa VC = Q/C, maka akan
diperoleh:
Q =
C.Vm .sin ω t
atau
(1.15)
Diketahui
bahwa:
maka
akan diperoleh:
(1.16)
Jika
didefinisikan sebuah reaktansi kapasitif (XC), adalah
setara dengan :
maka
dalam sebuah rangkaian kapasitif akan berlaku hubungan sebagai
berikut:
(1.17)
(1.18)
Persamaan
(1.14) dan (1.15) menunjukkan bahwa nilai VC dan LC
yang berubah-ubah terhadap waktu adalah berbeda fase sebesar
seperempat siklus. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 4(b), yaitu VC
mencapai maksimumnya setelah IC mencapai maksimum, selama
seperempat siklus. Hal serupa juga diperlihatkan pada Gambar 4(c),
yaitu sewaktu fasor berotasi di dalam arah yang dianggap berlawanan
dengan arah perputaran jarum jam, maka terlihat jelas bahwa fasor VC,
m tertinggal terhadap fasor IC,m selama seperempat siklus.
4.
Rangkaian Seri RLC
Pada
bagian sebelumnya telah dibahas mengenai rangkaian-rangkaian R, C,
dan L yang dihubungkan terpisah. Maka pada bagian ini kita akan
membahas sebuah rangkaian seri yang di dalamnya terdapat ketiga
elemen tersebut, yang sering disebut rangkaian seri RLC, seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar
5 : Sebuah rangkaian seri RLC.
Berdasarkan
persamaan berikut:
V
= Vm .sin 2 π .f.t
Tegangan
gerak elektrik untuk Gambar 5 diberikan oleh persamaan:
V
= Vm .sin ω t
(1.19)
Arus
(tunggal) di dalam rangkaian tersebut adalah:
I
= Im .sin ( ωt − φ )
(1.20)
Dengan
ω adalah frekuensi sudut tegangan gerak elektrik bolak-balik pada
persamaan (1.19). Im adalah amplitudo arus dan φ
menyatakan sudut fase di antara arus bolak- balik pada persamaan
(1.20) dan tegangan gerak elektrik pada persamaan (1.19). Pada Gambar
5 tersebut akan berlaku persamaan:
V
= VR + VC + VL
(1.21)
Gambar
6 : Diagram fasor yang bersesuaian dengan Gambar 5.
Setiap
parameter merupakan kuantitas-kuantitas yang berubah-ubah terhadap
waktu secara sinusoida. Diagram fasor yang diperlihatkan pada Gambar
6 menunjukkan nilai-nilai maksimum dari I, VR , VC,
dan VL . Proyeksi- proyeksi fasor pada sumbu vertikal
adalah sama dengan V, seperti yang dinyatakan pada persamaan (1.21).
Sebaliknya,
dinyatakan bahwa jumlah vektor dari amplitudo-amplitudo fasor VR,m
, VC,m , dan VL,m menghasilkan sebuah fasor
yang amplitudonya adalah V pada persamaan (1.19). Proyeksi Vm
pada sumbu vertikal, merupakan V dari persamaan (7.20) yang berubah
terhadap waktu. Kita dapat menentukan Vm pada Gambar 7,
yang di dalamnya telah terbentuk fasor V L,m - V C,m
. Fasor tersebut tegak lurus pada VR,m , sehingga akan
diperoleh:
(1.22)
Kuantitas
yang mengalikan I m disebut impedansi (Z) rangkaian pada
Gambar 6. Jadi, dapat dituliskan:
(1.23)
Diketahui
bahwa:
Maka
dari persamaan (1.22) dan (1.23) akan diperoleh:
(1.24)
Untuk
menentukan sudut fase φ di antara I dan V, dapat dilakukan dengan
membandingkan persamaan
(7.19)
dan (7.20). Dari Gambar 6 dapat kita tentukan bahwa sudut φ
dinyatakan:
(1.25)
Gambar
7 : Diagram fasor memperlihatkan hubungan antara V dan I pada
persamaan (1.19) dan (1.20).
Pada
Gambar 7 menunjukkan nilai XL > XC , yaitu
bahwa rangkaian seri dari Gambar 5 lebih bersifat induktif daripada
bersifat kapasitif. Pada keadaan ini Vm mendahului Im
,walaupun tidak sebanyak seperempat siklus seperti pada
rangkaian induktif murni. Sudut fase φ pada persamaan (1.25) adalah
positif.
Tetapi,
jika XC > XL , maka rangkaian tersebut akan
lebih bersifat kapasitif daripada bersifat induktif, dan Vm
akan tertinggal terhadap Im (walaupun tidak sebanyak
seperempat siklus seperti pada rangkaian kapasitif murni).
Berdasarkan perubahan ini, maka sudut φ pada persamaan (1.25) akan
menjadi negatif.
Langganan:
Postingan (Atom)