Selasa, 22 November 2016

BERITA Akar Rumput "Wong Cilik" yang Tak Terawat Lagi

Akar Rumput "Wong Cilik" yang Tak Terawat Lagi

 
PDIP dulu terkenal sebagai dengan basis massa yang kuat di akar rumput. Ketika penolakan Ahok terjadi di kawasan-kawasan akar rumput, bagaimana konsolidasi PDIP?
tirto.id - Gerakan anti Ahok, menyusul dugaan penistaan agama, semakin menguat. Mereka yang anti Ahok kini makin terang-terangan berani unjuk muka. Penghadangan-penghadangan kampanye mulai masif.

PDIP menghadapi tantangan serius. Kendati dicurigai ada mobilisasi, tetapi penolakan-penolakan terhadap kampanye Ahok-Djarot tak bisa dipandang remeh semata sebagai aksi bayaran. Penolakan di Pondok Kopi (17/11) dan Cipinang (16/11), sejauh penelusuran tirto.id, tak gampang untuk disebut sebagai desain elit politik.

Dua penolakan yang terjadi di Pondok Kopi dan Cipinang Sodong terjadi di wilayah padat, tak jauh dari kantor DPAC PDIP (untuk kasus di Pondok Kopi), yang secara sosiologis -- setidaknya di masa lalu-- menjadi kawasan yang cocok dengan latar konstituen PDIP: wong cilik, masyarakat kelas bawah, yang secara ekonomi banyak yang tidak mapan.

Tidak bisa tidak, PDIP memang (pernah) identik dengan orang-orang kecil, di/menjuluki dirinya sebagai “partai wong cilik”, yang kehadiran posko-poskonya dulu amat mencolok dan nyaris mudah ditemui di berbagai titik. Kini, posko-posko PDI Perjuangan tak lagi terlihat masif seperti dulu.

Dulu, ketika PDI Perjuangan memenangkan Pemilu 1999, hampir disetiap sudut jalan berdiri posko banteng moncong putih. Posko itu seolah memperlihatkan bagaimana PDI di bawah komando Megawati pernah disegani. Simpatisannya juga pernah membuat merah jalanan Jakarta, dengan militansi yang tak diragukan.

Kita sama-sama tahu, pada Pemilu 99, PDI Perjuangan mampu memenangkan pertarungan dalam pemilu secara telak. PDIP mendominasi perolehan suara di 11 provinsi pada 7 Juni 1999. Dalam catatan, pada Pemilu yang disiapkan selama 13 bulan oleh pemerintahan BJ Habibie, partai itu menguasai 33, 7 persen suara nasional. Perolehan suara paling banyak di Pulau Bali, jumlahnya 79 persen. Sementara paling kecil di Provinsi Sulawesi Selatan, 6,6 persen.

Sebagai partai baru, PDI Perjuangan mampu mengalahkan 47 partai lainnya termasuk partai-partai lama. Bahkan di Jakarta, PDI Perjuangan mendominasi kemenangan hampir di seluruh wilayah Jakarta. Total perolehan suara PDI Perjuangan di Jakarta mencapai 39,4 persen. Hanya dua kecamatan di Jakarta yang saat itu tak dikuasai, yaitu Kepulauan Seribu dan Pancoran.

Di bawah Megawati, PDI Perjuangan melejit. Mereka mengungguli partai lama. Kehadiran PDI Perjuangan memang dipandang sebagai pelampiasan dari keberadaan partai-partai lama. Apalagi jargon mereka sebagai partai wong cilik selalu digaungkan. Dukungan pun mengalir deras.

Setelah Orde Baru jatuh, modal historis itu dikelola dengan maksimal untuk memenangkan PDIP. Dalam kampanye pada Pemilu 1999, PDI Perjuangan dalam salah satu kampanye akbar berhasil mengerahkan 1,2 juta orang. Aksi mendukung Megawati itu diwarnai dengan aksi “Cap Jempol Darah”, sesuatu yang juga sudah terjadi sebelumnya pada masa Orde Baru.

0 komentar:

Posting Komentar